News

Chester Bennington dan 'Neraka' Depresi sejak Kecil

21 Juli 2017

Bukan rahasia jika hidup Chester Bennington dipenuhi cerita kelam. Itu tergambar dalam wawancara-wawancara dan musiknya. Seperti ditulis Variety, Bennington bukan hanya sekali atau dua kali mengungkapkan bahwa dirinya seakan berangkat dari ‘neraka.’

Bennington pernah mengalami pelecehan seksual, perceraian, bahkan kecanduan obat-obatan dan alkohol. Masa lalu yang terus menghantui itu, banyak diungkap dalam musiknya.

Salah satu figur musik rock yang pernah menjual lebih dari 70 juta album di seluruh dunia itu, lahir di Phoenix, Arizona pada 20 Maret 1976. Orang tuanya bukan musisi. Ibunya perawat, sementara ayahnya adalah detektif yang banyak menangani kekerasan terhadap anak.

Orang tua Bennington kemudian bercerai dan ia ikut sang ayah.

Meski ayahnya merupakan ‘pahlawan’ bagi kekerasan anak, Bennginton tidak lepas dari itu. Ia menjadi korban pelecehan seksual dari teman laki-lakinya yang lebih dewasa. Itu terjadi sejak usianya masih tujuh tahun, hingga 13 tahun. Ia juga menjadi korban bully di sekolah.

“Saya diperlakukan seperti anjing di sekolah, karena kurus dan terlihat berbeda,” ujarnya.

Stres karena itu, ia memilih obat. Hampir segala obat terlarang dicoba, termasuk ganja, amfetamin dan kokain. Tapi Bennington menemukan kedamaian dalam seni. Ia pun banyak menghabiskan waktu membuat puisi, menggambar, menulis lagu, dan mendengarkan musik.

Karier musik Bennington dimulai saat ia pindah bersama ibunya di usia 17 tahun. Mengutip NME, ia mulai menyanyi dan bergabung dalam band. Tiga album ia luncurkan pada 1990-an.

Saat itu ia bergabung dalam sebuah band bernama Grey Daze. Pada 1998, dua tahun setelah ia menikah dengan istri pertamanya Samantha Olit, Bennington nyaris keluar dari musik. Jeff Blue lah yang menyelamatkannya. Ia merupakan wakil presiden dan A&R Zomba Music.

Blue memberi kesempatan pada Bennington untuk audisi menjadi vokalis utama band yang kelak akan dinamainya Linkin Park. Tak perlu waktu lama untuk memutuskan Bennington cocok dengan Mike Shinoda, vokalis lain. Band itu mulai bergerak pada 1999 dan dikontrak Warner Bros.

Linkin Park langsung diminati. Album debutnya yang rilis pada 2000, Hybrid Theory menduduki peringkat dua di tangga album Billboard Amerika Serikat. Sebuah peringkat bagi band baru. Dalam musik itulah Bennington bisa mengungkapkan gelisah dan sisi kelamnya.

Lirik-lirik Linkin Park banyak bicara soal perjuangan menghadapi perceraian dan penggunaan obat-obatan. Namun itu justru membantu Linkin Park meraih Grammy Awards. Album pertama mereka pun terjual 30 juta kopi hanya dalam waktu dua tahun sejak rilis.

Itu membuat Linkin Park menjadi band dengan album debut paling laris sepanjang abad 21.

Album-album lain pun bermunculan. Pada 2003, Meteora membuat Linkin Park terus melejit bak meteor. Dengan salah satu lagu andalan, Numb album itu terjual 27 juta kopi.

Sepanjang 20 tahun selanjutnya, Linkin Park menikmati posisi mereka sebagai band rock terbesar di Amerika Serikat. Hampir setiap festival musik besar mengundang mereka.

Bukan hanya itu, Linkin Park juga menjadi inspirasi bagi bangkitnya musik rock keras di AS, dengan munculnya band-band seperti My Chemical Romance dan HIM. Namun Linkin Park bukan satu-satunya band yang pernah menaungi Bennington. Ia punya ‘sisi gelap’ lain.

Setelah perceraiannya pada 2005 ia pernah ‘selingkuh’ dengan band Dead by Sunrise. Di sana, ia bisa membuat musik yang lebih gelap dan ‘moody.’ Band itu pernah meluncurkan album Out of Ashes pada 2009. Lewat band itu pula Bennington dapat kesempatan menjadi vokalis bagi Stone Temple Pilots dengan menggantikan Scott Weiland pada 2013.

“Setiap band punya vibe masing-masing,” tuturnya saat diminta membandingkan itu dengan Linkin Park. Baginya, Linkin Park modern dan tech-heavy. Stone Temple Pilots ‘seksi.’

“Lebih terasa klasik rock-nya,” katanya.

Saat ia mencapai puncak karier, Bennginton sempat melupakan persoalannya dengan alkohol dan obat-obatan. Ia bahkan tampil di beberapa film termasuk Saw 3D: The Final Chapter, Crank dan sekuelnya, Crank: High Voltage. Namun pada 2015, ia mulai kembali ‘gila.’

Bennginton mengungkapkan itu dalam wawancara soal album terbaru Linkin Park One More Light. “Pada 2015, 2016, ada beberapa hal lain dalam kehidupan pribadi saya yang menggila,” tuturnya dalam sebuah wawancara dengan Rock Sound pada Maret lalu.

Ia mengaku menghabiskan tahun-tahun itu dengan upaya keras untuk menyatukan seluruh hidupnya kembali. “Dan semua orang juga mengalami hal gila di tingkat personal. Saya merasa itu seperti titik terendah saya sebagai manusia dan mencoba segala upaya dan kerja keras untuk kembali membangun dan mendapat ganjarannya,” ia lanjut mengungkapkan.

Salah satu lagu andalannya adalah Heavy, yang mengungkap betapa ia mengalami masalah berat dan bisa terbebas jika melupakannya begitu saja. Sayang, kemungkinan jalan yang dipilih Bennington untuk melupakannya dan membebaskan diri adalah gantung diri di Los Angeles.

Bennington ditemukan meninggal dunia pada 20 Juli, bertepatan dengan hari kematian sahabatnya, Chris Cornell yang juga meninggal bunuh diri beberapa waktu lalu. Ia meninggalkan seorang istri yang dinikahinya pada 2006 dan enam anak.

Tak lupa, rekan dan para penggemar yang sedih berkepanjangan. Selamat tinggal Bennington.(cnnindonesia.com)